SEBUAH CERITA - KETEKUNAN

Thursday, October 16, 2014

Assalamualaikum & salam sejahtera.


Mari kita hayati sebuah cerita yang telah Ana baca ini sambil-sambil kita berehat minum pagi.
Semoga hari yang anda lalui ini diberkati...Aamiin...




Di sebuah negeri hiduplah dua orang tukang yang tinggal bersebelahan. Mereka adalah tukang emas dan tukang tembaga. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan itu, sebab itu adalah pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan: cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai penghias.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil kerja itu ke bandar. Hari pasaran, demikian mereka menyebut hari itu. Mereka akan menjual barang-barang logam itu dan membeli keperluan selama sebulan. Beruntunglah minggu depan akan ada rombongan tamu agung melawat bandar dan bermaksud memborong barang-barang yang ada di sana. Khabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu, berita ini mendorong para pedagang agar membuat lebih banyak barang untuk dijualkan. Tak terkecuali dua orang tukang yang menjadi watak kita ini.

Siang-malam terdengar suara logam ditempa. Tungku-tungku api seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang membara seakan mewakili semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah dihiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias telah dihasilkan. Hari pasaran makin dekat. Dan, lusa adalah masa yang tepat untuk berangkat ke bandar.

Hari pasaran telah tiba dan keduanya pun sampai di bandar. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijualkan. Keduanya pun berbaris berdampingan. Begitu jelas barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah sayang .., ada perbezaan di antara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh tukang emas tampak kusam. Warnanya tidak berkilat. Ulir-ulirnya kasar. Pokok-pokok simpul rantai tidak rapi. Seakan pembuatnya adalah orang yang tergesa-gesa.

"Ah, biar saja," demikian ucapan yang terlontar saat tukang tembaga menanyakan kenapa perhiasan kawannya tampak kusam. "Setiap orang akan memilih daganganku, sebab emas selalu lebih baik daripada tembaga," ujar tukang emas lagi. "Apalah ertinya logam buatanmu dibanding logam mulia yang ku punya. Aku akan membawa wang lebih banyak darimu "

Tukang tembaga hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam membuat semua hasil karyanya lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya kelihatan seperti lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap dipandang mata.
Ketekunan memang mahal. Hampir semua orang yang lewat tak menaruh perhatian pada tukang emas. Mereka lebih suka mendatangi cincin dan kalung tembaga. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih suka kepada benda-benda tembaga itu berbanding dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup membuat mereka tertarik dan mahu membelinya. Sekali lagi, terlihat perbezaan di hari pasaran itu. Pembuat emas terpegun diam dan pembuat tembaga tersenyum senang.

Hari pasaran usai. Para tetamu telah kembali pulang. Kedua tukang itu pun telah membereskan barang dagangan. Dan, kedua-duanya mendapat pengajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.


MORAL DI SEBALIK CERITA:


Emas dan tembaga tentu punya nilai yang berbeza. Tapi, apakah kemuliaan dinilai hanya apa yang disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang nampak dari luar?  Kemuliaan adalah buah dari ketekunan. Kemalasan akan membuahkan kelemahan jiwa.


Ketekunan itulah yang boleh merubah nilai atau harga diri seseorang.


Sumber gambar: Google.


You Might Also Like

4 comments

  1. good sharing..

    CN singgah dari segmen : http://www.cekgunorazimah.com/2014/10/giveaway-diari-jejaka-hangat-2014.html

    ReplyDelete
  2. gud story..
    jln2 sini & follow dulu:)

    ReplyDelete
  3. terima kasih sudi singgah...

    ReplyDelete
  4. Semulia-mulia emas jika tak berseni pasti tak bernilai pada pandangan mata...

    ReplyDelete

Like us on Facebook

Cbox

Subscribe